Saturday, May 12, 2007

Apa panggilan hidupmu? - 12 May 2007

Hari ini sesudah PP, me dan Wolfie sempat ngobrol-ngobrol tentang panggilan hidup.

Wolfie bilang kalau dia punya panggilan untuk menjadi seorang misionaris di RRC. Dia bahkan punya beban untuk membantu penerjemahan Alkitab kedalam bahasa suku-suku terpencil di RRC.

Jujur saya kagum dengan orang yang menyadari panggilan mereka dan tidak menghindar dari panggilannya itu. Karena banyak orang Kristen yang tahu dan sadar akan panggilannya, tapi mereka menghindari panggilan tersebut dengan memberikan beribu alasan kepada Tuhan dan berharap agar Tuhan "mengerti" akan situasi mereka....... and I am one of them.

Saya menyadari adanya panggilan untuk sekolah teologia semenjak saya lulus SMP. Saya ingat sekali, saat itu saya baru saja ambil report kelas 3. Mama saya bilang, "San, papa dan mommy sudah berunding, dan kita sepakat, kalau kamu mau sekolah teologia, kita setuju dan mendukung"

Yah, yang namanya baru lulus SMP, belum tahu apa-apa, saya sih senang-senang saja. Apalagi sejak SD pelajaran agama Kristen saya memang meraih nilai tertinggi dibandingkan pelajaran-pelajaran lainnya.

Lanjut ke SMU, Pendeta saya menyuruh saya sekolah teologia sesudah lulus. Waktu itu sempat bimbang juga sampai akhirnya saya lihat pendeta saya sedang menelepon seseorang dan dia juga mengajak orang di telepon itu untuk sekolah teologia juga. Dan disana saya pikir....oookay, berarti pendeta saya ini punya "kecenderungan" mengajak orang-orang yang dikenalnya untuk sekolah teologia -_-!

Kuliah? Well, tahun kedua kuliah, pendeta saya ini bilang ke cici saya, "saya mendoakan Susan utuk jadi hamba Tuhan...". Waktu saya dengar ini dari cici saya, saya hanya berpikir ....oookay, skarang dia bukan hanya mengajak tapi sudah mulai mendoakan....hmmmmm

Lanjut kuliah tahun ketiga (kalau tidak salah), sewaktu saya ikut PA. Pembimbing PA saya berkata bahwa orang-orang di sekitar kita suka memberikan "label" pada kita, dan dia menyuruh kita menyebutkan "label" apa yang orang-orang berikan pada kita. Ada yang "berlabel" 'manja', 'pemimpin' dsb. Waktu giliran saya, saya mencoba berpikir 'label' apa yang teman-teman saya berikan pada saya..

Saya teringat teman saya pernah bilang, "San, kapan sekolah teologia? Haha! Kamu emang cocok jadi pendeta deh San, kalau ga...jadi istri pendeta!" Orang tua saya juga pernah bilang, "yah, kamu memang cocok jadi pendeta deh.." Dan masih banyak omongan-omongan orang yang "menjurus" ke arah-arah "sana". So, saya bilang "label" yang orang-orang berikan pada saya adalah 'pendeta'.

Dari satu sisi, itu merupakan hal yang baik, berarti saya sebagai seorang Kristen sedikitnya sudah memancarkan terang Tuhan, walaupun terangnya kalau diibaratkan mungkin hanya seperti korek api. Tapi di sisi lain, perkataan teman-teman dan orang tua saya itu membuat saya berpikir...apakah ini ada hubungannya dengan panggilan hidup saya?

Lulus kuliah, saya sedang menunggu PR saya keluar. Saat itu saya lumayan aktif mengikuti PA tim EE. Suatu hari, seperti biasanya saya menuju ruang pertemuan, melewati kantor istri gembala sidang saya. Biasanya saya dan beliau hanya mengobrol hal-hal yang biasa-biasa saja, seputar kuliah dan keluarga saya atau bahkan hanya sekedar say hi saja. Tapi entah kenapa malam itu waktu saya melewati kantornya, just to say hi, beliau menanyakan pertanyaan yang tidak pernah dilontarkan sebelumnya (tapi sudah sering dilontarkan oleh orang lain). Yup, beliau bertanya, "San, kapan kamu sekolah teologia?..." Waktu itu saya memberikan jawaban seadanya - jawaban yang menggantung tepatnya :P - dan cepat-cepat "kabur" ke ruang pertemuan.

Begitulah, ajakan untuk sekolah teologia masih terus berdatangan bahkan sampai sesaat sebelum saya berangkat ke Singapore. Seorang teman saya yang kuliah di STTB bilang, "San, kalau sudah disana, nanti kamu ke SBC (Singapore Bible College) ya"

Ajakan yang sama yang terus menerus dilontarkan oleh orang-orang yang berbeda membuat saya sedikitnya berpikir tentang panggilan hidup saya.

Saya sempat mengobrol dengan pembimbing PA saya. Sekedar informasi, pembimbing PA saya adalah seorang wiraswatawan dan beliau memang memiliki talenta mengajar. Beliau juga senang mempelajari Firman Tuhan dengan lebih dalam. Dan saya tahu bahwa 2 faktor inilah yang umumnya membuat seseorang "disarankan" masuk sekolah teologia.

Jadi, alasan saya membagikan pergumulan saya ini dengan beliau adalah karena pembimbing PA saya juga mengalami hal yang sama dengan saya hahaha! Saya bilang kalau panggilan saya bukan sebagai hamba Tuhan.

Kebanyakan orang seringkali memberikan "label" yang salah tentang hamba Tuhan. Mereka menganggap hamba Tuhan:

'lebih suci' dan 'lebih rohani';
'tidak pernah menghadapi cobaan hidup yang berat';
'PASTI bisa menghadapi SEGALA cobaan dengan MUDAH', dsb

Entah kenapa, tapi orang-orang sepertinya beranggapan kalau hamba Tuhan itu bukan "manusia". Seakan-akan sudah beda dimensi dengan mereka. Dan karenanya, ketika mereka mengalami masalah yang menurut mereka "cukup ringan tapi masih butuh saran dan masukan", maka mereka akan mencari teman-teman mereka yang mereka anggap "cukup rohani" untuk dapat memberikan saran dan masukan yang "cukup ok". Dan ketika mereka mengalami masalah yang "cukup berat dan sangat membutuhkan saran dan masukan", barulah mereka mencari hamba Tuhan, karena mereka menganggap bahwa hamba Tuhan jangan direpotkan dengan perkara-perkara ringan/ kecil..

Inilah yang menjadi salah satu alasan saya untuk menghindari panggilan saya selama ini. Saya katakan pada Tuhan, saya ingin menjadi seseorang yang "cukup rohani" dan bisa dipercaya dimata teman-teman saya, agar saya bisa memberikan masukan yang "cukup ok" dan bisa membawa mereka sedikit lebih dekat pada pengenalan akan Tuhan dan FirmanNya.

Apakah ini 'pembenaran diri' ataukah ini memang panggilan hidup saya yang sebenarnya? Sampai hari ini pun saya masih belum tahu, tapi seperti yang pembimbing PA saya pernah katakan, "Kalau itu sudah panggilan, kita tidak akan pernah bisa menghindar.."

Jadi, saat ini saya hanya bisa berdoa agar Tuhan membimbing saya untuk berjalan di jalanNya dan menjalani kehendakNya.

No comments: