PP di GPBB selalu membahas 1 topik dalam 3 bulan. Kali ini kuarter pertama di tahun 2007 membahas tentang misi. Jadi, setiap minggu PPnya akan bertemakan misi. Hari ini di PP diputarkan film 'End Of The Spear'- base on a true story.
Film yang menceritakan tentang 5 orang misionaris: Nate Saint, Ed McCully, Jim Elliot, Peter Fleming dan Roger Youderian. Mereka pergi ke Ekuador untuk menjangkau suku Waodani, suku primitif yang terkenal dengan kebarbarannya membunuh orang dengan tombak. WARNING! MAY CONTAIN SPOILERS
Film ini mengambil Nate Saint sebagai pemeran utama. Bagaimana dia dan teman-temannya begitu bersemangat untuk mengabarkan Injil pada suku ini sekalipun berita tentang kebuasan mereka sudah terdengar dimana-mana.
Nate pernah mengambil flying lessons waktu high school, dan waktu PD 2 dia juga sempat bergabung dengan U.S. Army. Tapi dia terpaksa meninggalkan U.S.army karena ada infeksi di kakinya. Dan sekarang dia menjadi seorang misionaris yang menerbangkan pesawat untuk mensupply obat-obatan, mengantarkan surat dan kebutuhan lainnya untuk misionaris lokal.
Dalam film ini diceritakan bagaimana kelima keluarga misionaris ini menjalin persahabatan yang erat sekali, karena mereka mempunyai misi dan passion yang sama untuk menjangkau suku Waodani. Pertama, para misionaris berusaha mengetahui dimana suku Waodani berdiam, karena mereka nomaden (suka berpindah-pindah) dan letak desanya pun agak tersembunyi.
Nate seringkali menerbangkan pesawatnya sepanjang sungai Amazon, berharap ada tanda-tanda keberadaan suku Waodani. Sampai suatu hari, dia melihat ada 1 orang suku Waodani yang mengintainya dari balik pohon. Disana Nate tahu bahwa kemungkinan besar desa suku Waodani terletak disekitar sungai Amazon.
Pulang dengan hati yang begitu gembira, Nate menceritakan hal ini kepada teman-temannya. Mereka sepakat untuk membuat kontak dengan suku Waodani dengan cara mengirimkan makanan, minuman, dan pakaian melalui 1 keranjang yang diikat ke pesawat terbang Nate.
Dan...beberapa hari pun berlalu. Setiap hari mereka mengirimkan barang-barang ke desa suku Wadani. Lama-lama suku Waodani mulai terbiasa dan menunggu kedatangan 'burung raksasa' yang selalu mengirimkan 'barang-barang aneh' kepada mereka.
Sampai suatu hari Nate dan teman-temannya memutuskan bahwa sudah saatnya untuk bertemu langsung dengan suku Waodani. Selama ini mereka mengirimkan barang-barang tersebut sebagai wujud persahabatan/ niat baik mereka.
Nate mempunyai 1 orang anak laki-laki bernama Steve yang baru berumur 8 tahun (di kenyataannya sih sebenarnya Steve berumur 5 tahun saat itu, ga tau kenapa di film kok jadi 8 tahun. Apa karena sulit mendapatkan anak kecil yang pintar berakting? :P). Nate pernah membuat miniatur pesawat terbangnya untuk Steve. Sebelum kepergiannya, Nate sempat berjanji pada Steve, kalau suatu hari nanti dia akan mengajarkan Steve bagaimana menerbangkan dan membetulkan pesawat.
Tapi...janji tersebut tidak pernah akan terpenuhi. Nate dan keempat temannya dibunuh dengan tombak oleh suku Waodani. Hal ini menjadi headline berita dimana-mana saat itu.
Keluarga kelima misionaris itu tentu saja sangat berduka. Sampai akhirnya kelima orang janda dari misionaris tersebut memutuskan untuk pergi ke desa suku Waodani. Keputusan ini bisa dikatakan berani sekali. Sekalipun suku Waodani dikatakan tidak pernah membunuh wanita dan anak-anak, tapi untuk pergi tinggal menetap bersama orang-orang yang sudah membunuh suami mereka, dibutuhkan keberanian yang sangat besar.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan mereka sewaktu membuat keputusan ini. Bagaimana rasa marah, sedih, kecewa terus berkecamuk dalam hati mereka.Tapi mereka memutuskan untuk meninggalkan tempat tinggal mereka di kota dan tinggal di hutan, membawa serta anak-anak mereka.
Sebagai orang tua, tentu saja mereka pasti menginginkan anak-anak mereka dibesarkan di sebuah lingkungan yang baik, yang bisa menopang pertumbuhan si anak. Tapi mereka malah membawa anak-anak mereka untuk tinggal di tengah kaum primitif yang jangankan bisa membaca menulis, berpakaian pun tidak. Belum lagi bahasa suku yang pastinya tidak bisa dimengerti oleh anak-anak mereka. Dan bagaimana perasaan anak-anak mereka tinggal di tengah suku yang sudah membunuh ayah mereka? Sungguh hanya kekuatan dari Tuhan'lah yang sanggup menguatkan para istri misionaris tersebut untuk membuat keputusan berani seperti itu.
Tapi berapa pun besarnya pengorbanan yang mereka buat tidak dapat dibandingkan dengan hasil yang mereka dapat. Akhirnya, Injil bisa diberitakan pada suku Waodani. Kepala sukunya bertobat dan mengangkat Steve sebagai anak angkatnya. At the end of the movie Steve Saint says, 'I think My dad would have liked the fact that the man who murdered him was now a grandfather to his grandkids'.
Ada sedikit perbedaan antara film dengan kisah nyatanya.
Dalam kenyataan, sebenarnya sejak Steve dibawa ke pedalaman hutan untuk tinggal di tengah suku Waodani, dia sudah tahu siapa pembunuh ayahnya. Which makes the struggle even harder.
Tapi di film, Steve tidak mengetahui siapa pembunuh ayahnya yang sebenarnya. Sampai akhirnya sesudah dewasa, dia baru tahu bahwa pembunuhnya adalah Mincayani, kepala suku Waodani.
Steve tinggal di tengah suku Waodani. Di akhir film, diceritakan bagaimana keadaan suku Waodani sesudah mendengar Injil. Suku Waodani dulu sangat barbar. Sering terjadi perang saudara dimana-mana sehingga suku ini pun terancam punah. Tapi sesudah mengenal Tuhan, perang saudara pun tidak terjadi lagi.
Ini Steve Saint dengan suku Waodani. Mincayani adalah orang kedua dari kiri.
Ada juga cuplikan special interview dengan Steve Saints dan Mincayani, dan pengalaman Mincayani saat Steve membawanya ke US.
Over all, film ini bagus :) Sesudah nonton film ini sepertinya semangat bermisinya kembali menyala-nyala :P. Filmnya cukup mengharukan juga. Selama 1 jam 48 menit lampu di ruangan PP dimatikan. Dan sesudah pemutaran filmnya selesai, ketika lampu kembali dinyalakan...yang terlihat adalah kiri kanan saya (termasuk saya juga sih...) udah pada sembab matanya hahaha!
Bagi yang belum pernah nonton, SANGAT dianjurkan untuk nonton dhe...ga akan nyesal :D